Kamis, September 22, 2011

Pengalaman spiritual ....


Aku lahir dari orangtua yang berbeda keimanan. Sampai usia pendidikan dasar, kedua orangtua yang menyayangiku tidak memiliki masalah apapun dengan perbedaan ini apalagi diriku. Sampai ketika, jika pada hari jumat aku selalu dijemput embah (kakekku dari ayah) mengikuti sholat jumat berjamah di masjid dekat rumahku dan besok minggunya, kakek (embah dari ibu) mengajakku menghadiri ritual ibadah keyakinan yang berbeda. Semua kartu identitas dan dokumen penting diriku, dari rapor TK sampai KTP, tertuliskan keyakinan yang sama dengan kakek. Bingung... capek? ... Tidak! Atau tepatnya belum kaleee...
Sumber gambar: tomygnt.wordpress.com


Semuanya berjalan "baik-baik saja" sampai tanpa sadar usiaku menginjak kepala 2. Seiring dengan pertambahan usia ini, semakin banyak kebingungan yang kualami. Semakin lelah hati ini untuk dapat 'memahami' pertengkaran-pertengkaran yang terjadi di sekelilingku, pertikaian yang dilakukan oleh orang-orang yang kusayangi. Tarikan, bujukan, rayuan, dan pengaruh untuk mengikuti mereka ke kiri atau ke kanan.
Kegalauan hati ini hanya sedikit terlupakan bukan terobati ... jika aku kembali ke bangku kuliahku di Yogyakarta. Tapi ternyata di sinipun, semakin banyak masalah' yang kutemui. Dari berita proses perceraian orangtuaku, uang kiriman yang kurang dan sering terlambat pasca perpisahan itu, belum lagi tugas-tugas perkuliahan yang menumpuk, dan .... kisah romansaku yang bertepuk sebelah tangan. Jiwaku yang labil membuat aku terpuruk sehingga akhirnya aku jarang masuk kuliah dan akibat pastinya ... IPK ku terjun bebas. Ketidakhadiranku di kampus tidak hanya disebabkan karena masalah-masalah itu saja tapi juga karena aku harus berusaha keras membanting tulang untuk mencari tambahan uang agar aku dapat bertahan hidup di kota perantauan ini. Cukup sudah kesedihan dan penderitaanku ini.
Hingga suatu saat, kuputuskan untuk berlari menghindari luka ini dengan mendaki salah satu puncak gunung tertinggi di Jawa. Kubawa semua perih ini dalam ransel besarku. Kubungkus rapi sehingga tidak ada seorangpun teman seperjalananku kali ini mengetahui alasan kepergianku kali ini. Kuturuti kehendak kaki ini melangkah. Tidak kuindahkan langkah kecil teman-temanku. Ku abaikan jeritan nuraniku yang meminta berhenti dan beristirahatlah barang sejenak.

Tanpa kusadari diriku sudah jauh meninggalkan rombongan dan .... aku hanya sendirian... sepi...dingin...ditempat tinggi ini. Kubiarkan kelelahan ragawi dan dentuman angin kencang gunung menerpaku. Kuberharap semua masalah ini akan terhapus dan tergerus oleh dinginnya hawa dingin ini. Hingga tanpa kusadari akhirnya jaket super tebal kebanggaanku ini tidak mampu lagi melindungiku. Tiba-tiba badanku terasa limbung, pandangan semakin kabur dan gelap. Hanya satu kata yang kuingat .... HIPOTERMIA. Akhirnya aku jatuh pingsan.

Tidak tahu berapa lama aku pingsan, aku hanya ingat... dari arah belakangku ada tangan kurus keriput mengelus kepala sampai tengkukku. Hawa hangat seketika menjalar lembut keseluruh tubuhku. Aku terbangun dan .... mulai tersadar. Segera ku putar badanku untuk mencari pemilik tangan hangat penyelamatku itu. Sepi... tidak ada siapa-siapa. Hanya kabut nan tebal di sekitarku. Eits.....tunggu.....sekitar 3 - 4 langkah dari tempatku terbangun, kulihat seorang berjubah putih bersih dengan rambut dipenuhi uban sedikit panjang terurai dan melambai diterbangkan angin. Kuperhatikan sosok itu dengan saksama tanpa ada daya dan kekuatan sedikitpun untuk berdiri dan mendekatinya.




Allahu akbar... (kudengar samar-samar seruan itu), kemudian kuperhatikan orang itu membungkukkan badannya.. Allahu akbar... (semakin jelas kembali kudengar kalimat itu), dia berdiri tegak sejenak dan kemudian sujud...

Terasa jantungku berdegup kencang. Kuhela nafas dalam untuk mengatur nafasku yang tersengal-sengal. Kuusap wajah dinginku sekedar untuk mengalirkan hawa panas dan ku ucek-ucek mata ini untuk menyakinkan bahwa sosok yang kulihat itu memang benar ada. Sesaat kubuka mataku kembali....Heii, dimana sosok putih tadi, dimana seruan damai yang kudengar tadi... Dengan cepat ketebarkan pandanganku ke segala penjuru arah berkali-kali...tetapi usahaku nihil. Tidak kutemukan si jubah putih itu...
Gerakan-gerakan yang dilakukan sosok tadi begitu kukenal sekali, begitu terasa dekat sekali dengan keseharianku dulu, dulu sekali, gerakan itu selalu kulakukan bersama embah, waktu masih dirumah embah.

Asthagfirllohallazhim... tanpa sadar kalimat itu keluar dari mulutku yang hampir bertahun-tahun tidak pernah mengucapkannya. Tertunduk kepalaku, terpekur... Allahu akbar...allahu akbar...allahu akbar.... tanpa sadar dengan pelan, ku tirukan seruan sosok jubah putih itu. Kehangatan segera menyeruak di seluruh tubuhku. Serasa menggelontorkan semua beban yang membuncah di dada ini. Mungkinkah ini adalah jawaban ''pendakianku'' selama ini? Muara atas semua kesedihan, kegelisahan, kemarahan, dan kebingungan ini? Masya Allah...

Note:Terinspirasi oleh pengalaman spiritual salah satu anak didikku. Semoga engkau selalu tetap berada dijalan, petunjuk, dan tuntunan Allah SWT, dimanapun sekarang kau berada. Terakhir aku bertemu dengannya, dia mengutarakan niatnya akan nyantri di salah satu pesantren di Sukabumi. Semoga niatmu terwujud. Amin.

Tidak ada komentar: