Rabu, November 16, 2011

Tersengat (lagi-lagi)


Hari ini, hari minggu. Sejak kemarin, saya, suami dan anak-anak sudah merencanakan bahwa hari ini tidak ada acara jalan-jalan maupun pijat refleksi, seperti yang biasa kami lakukan jika weekend tiba. Kami bersiap menghabiskan tanggal merah ini dengan nonton TV, main games dan tidur siang :D. Bener... sampai pukul 10 siang, kami berempat belum ada yang mandi, belum ada yang beranjak dari depan TV dan yang pasti .... semuanya masih bau!!! Sekitar pukul setengah sebelas siang itu, HP jadul saya menyuarakan tanda SMS masuk. Segera saya raih HP dekat rak buku dan ....
”Ibu mau nglayat Fauzan 3B di Taman Krajan C9.” Degg...dadaku seketika berdegup kencang. Segera ingatan saya mundur ke beberapa hari belakangan ini.
”Mama, temen Shafa, si Fauzan jatuh pingsan di sekolah trus sekarang belum masuk sekolah.”
Dengan cepat, ku suruh anak-anakku dan ayahnya mandi untuk berangkat takziyah. Sepanjang perjalanan ke rumah Fauzan, si bungsu Hanun tidak henti-hentinya bertanya. ”Ma, kenapa mas Fauzan meninggal? Kasihan ya? Mas Fauzan sakit nduk. Nanti kita tanya ibunya ya, mas Fauzan sakit apa?”


Kulirik, sulungku Shafa. Kepalanya bersandar dibahuku. Kupegang tangannya yang terasa agak dingin. ”Kakak nggak pa-pa khan?” Hanya gelengan kepala kecil yang kulihat.
Sampai di Taman Krajan C9, turun dari mobil kulihat ada kilat bening dimata Shafa. Ku tarik tangannya pelan dan kupegang erat-erat, berharap ada energi kecil yang mengalir ke tubuhnya. Seperti tahu, suamiku langsung mengendong adiknya yang sedari tadi tidak pernah berhenti tentang mas Fauzan.
Rumah diujung jalan perumahan itu sudah ramai oleh pelayat. Ketika aku dan Shafa mau masuk ke rumah, adiknya tidak mau duduk diluar bersama ayahnya. Dengan terpaksa, kami bertiga menemui ibunya Fauzan. Tepat di depan pintu... kulihat jenazah Fauzan sudah dibaringkan di atas meja dengan ditutupi kain batik coklat. Lirih kudengar, Shafa bertanya, ”Ma, Fauzan mana?” Dengan nafas tersendat, ”Kakak, Fauzan sedang tidur nyenyak berselimut batik di atas meja itu.”
Mendengar jawaban itu, kurasakan tangannya langsung mencengkeram erat jari-jariku, tatapan matanya tertuju pada jenazah di depannya. Kutarik kedua anakku pelan, untuk menyalami ibunya Fauzan yang tertunduk lemah diujung ruangan.
”Terima kasih bu atas kedatangannya.” Sembari mencium pipi anakku, lirih kudengar beliau bertanya, ”Teman sekolahnya Fauzan ya?” Kulihat, anakku menganggukan kepalanya dan aku yakin sekali, Shafaku dengan sekuat tenaganya berusaha menahan airmatanya menetes. (Mereka memang berasal dari sekolah dasar yang sama, tetapi satu kelas hanya pada saat kelas IA. Di kelas dan tiga sekarang ini, mereka sudah berpisah kelas).

”Sudah seminggu ini bu, Fauzan di opname di rumah sakit. Kata dokter, ada virus toksoplasma jenis baru dibelakang kepalanya. Sebelumnya tidak ada tanda-tanda Fauzan sakit ,” kata Ibu Fauzan lirih.
Tidak ada kata-kata sedikitpun yang bisa keluar dari mulut saya. Anak-anakpun dengan tenang duduk didekatku. Kutatap peti jenazah diujung ruangan tamu ini. Dengan cepat pikiranku melayang-layang entah kemana.... dan berhenti pada satu titik:


'Hidup dan mati memang benar-benar rahasia-Nya. Bayi, anak kecil, remaja, orang dewasa orang tua. Orang kaya sampai miliuner, kurang mampu, cukup mapan. Kulit putih, hitam, sawo matang...... suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, kita semua PASTI dijemputnya. Dia tidak membedakan atas semua itu. Kita semua ”hanya menunggu giliran.”
Tanpa sadar ku hela nafasku. Kupandangi kedua buah hatiku. Pikiranku masih menerawang jauh.... Belum banyak atau belum ada sama sekali, persiapan yang kulakukan untuk menyongsong giliran itu. Aku terlalu sibuk...sangat sibuk malahan, memikirkan urusan duniawiku. Padahal jika aku menyadarinya, semua yang kulakukan setiap detik atas nama duniawi itu adalah lahan ibadah untuk kehidupan akhiratku dalam menghadapi giliran itu. Lalu mengapa, aku selalu lupa untuk menjalani setiap detik nafas kehidupanku dengan ikhlas hanya mengharap ridho-Nya, dengan segenap dan setulus hatiku tanpa mengeluh...bahwa semuanya berasal dari-Nya, semua harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya dan pasti akan diminta kembali oleh-Nya! Masya Allah...